Wacana Rektor Asing menunjukkan Indonesia masih jadi bangsa inferior. Pemerintah terkesan merendahkan kualitas kerja bangsa sendiri.
Reaktor.co.id — Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) berencana merekrut rektor asing untuk memimpin perguruan tinggi negeri (PTN).
Menristekdikti Mohamad Nasir menyatakan, wacana rektor asing ini bertujuan agar PTN Indonesia bisa menembus 100 besar peringkat dunia.
Dilansir laman resmi Kemenristekdikti, pemerintah menargetkan, pada 2020 sudah ada perguruan tinggi yang dipimpin rektor dari luar negeri dan pada 2024 jumlahnya ditargetkan meningkat menjadi lima PTN.
Menurut Nasir, praktik rektor asing memimpin perguruan tinggi negeri di suatu negara lumrah dilakukan di negara lain, terutama di negara-negara Eropa. Singapura juga melakukan hal yang sama.
Dia lalu mencontohkan Nanyang Technological University (NTU) Singapura yang baru didirikan pada 1981, namun saat ini sudah masuk 50 besar dunia dalam waktu 38 tahun.
Wacana rektor asing mendapatkan kritik dari berbagai pihak, mulai DPR, pengamat pendidikan hingga mahasiswa.
Kritik DPR
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai penunjukkan rektor asing seperti kembali ke zaman penjajahan Belanda, ketika semua posisi jabatan strategis di institusi pemerintahan diisi oleh orang asing.
“Ya udah semua saja, kita merem aja, nontonin orang asing kerja buat kita, kayak zaman Belanda dulu. Kita cari londo aja jadi semuanya kan. Nanti direktur BUMN orang asing, wali kota orang asing. Nanti anggota DPR-nya mau orang asing juga,” kata Fahri di Kompleks MPR/DPR, Jakarta, Selasa (31/7/2019) dikutip CNN Indonesia.
Fahri menilai, Menristekdikti tak memiliki konsep dan gagasan kuat untuk memperkuat dan memodernisasi PTN di Indonesia hingga mampu bersaing secara global. Menristekdikti mengambil langkah instan dengan mencari warga negara asing untuk jadi pemimpin kampus.
Wakil Ketua Komisi X DPR Reni Marlinawati juga menolak ide tersebut. Ia meminta pemerintah mencari solusi lain untuk meningkatkan kualitas PTN Indonesia.
“Gagasan lama ini ibarat jalan pintas dan instan untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi di Indonesia. Padahal, kunci ada di pemerintah sebagai pihak regulator,” kata Reni dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/7/2019).
Menurut Reni, selain akan bertabrakan dengan berbagai aturan seperti UU 14/2015 tentang Guru dan Dosen dan UU No 12/2012 tentang Perguruan Tinggi, rencana tersebut menunjukkan kurang maksimalnya Kementerian Ristek dan Dikti dalam membentuk sistem pendidikan tinggi yang visioner dan adaptif dengan perkembangan zaman.
Kritik Pengamat Pendidikan
Rencana pemerintah merekrut rektor asing juga dinilai sangat kontraproduktif dengan misi pemerintah memajukan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam negeri.
Selain itu, rencana itu, belum tentu sesuai kebutuhan perguruan tinggi di dalam negeri.
“Seorang rektor harusnya memiliki orientasi tentang kondisi kampus secara khusus dan secara umum memahami kondisi pendidikan di Indonesia. Hal ini yang akan menjadi kendala ketika kampus dipimpin oleh rektor dari luar negeri,” kata Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, di Jakarta.
Ia menilai, rencana merekrut rektor asing merupakan kebijakan atau langkah ngawur dan berlebihan. Bahkan, kebijakan tersebut tidak menyelesaikan masalah.
Menurutnya, masih banyak masalah yang harus dibenahi di sektor perguruan tinggi, ketimbang mendatangkan rektor asing. Beberapa permasalahan tersebut, di antaranya posisi perguruan tinggi yang masih seperti menara gading, kualitas dosen, sampai lulusan perguruan tinggi belum sesuai dengan kebutuhan industri.
Ia menilai meski ada rektor asing memimpin kampus, tetap tidak akan berdampak positif selama elemen kampus belum memiliki kapabilitas.
Penolakan Mahasiswa
Wacana merekrut rektor asing juga mendapat sorotan dari mahasiswa. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unpad tak setuju dengan wacana tersebut.
“Ya, tidak setuju,” ucap Wakil Ketua Bidang Departemen Kajian Strategis BEM Unpad Ilham Fajar kepada detikcom, Rabu (31/7/2019).
Ilham menilai tak ada urgensi menghadirkan rektor asing untuk memimpin PTN Indonesia. Menurutnya, kehadiran rektor asing belum tentu dapat meningkatkan kualitas PTN secara internasional.
“Dalam konteks rektor asing harus ada urgensi yang jelas, harus ada tujuan yang jelas dari rektor asing, apakah dengan adanya rektor asing otomatis membuat perguruan tinggi lebih baik? kan tidak,” katanya.
Inferior
Wacana rektor asing menunjukkan bangsa Indonesia masih merasa inferior di hadapan bangsa-bangsa asing.
Kita belum menemukan kebanggaan pada jati diri kita sebagai bangsa. Kita selalu merasa rendah diri, tidak percaya diri, dan kemudian bertindak untuk semata-mata “menjilat bangsa asing”, sambil juga merendahkan kualitas kerja bangsa sendiri.
Apakah bangsa Indonesia juga harus dimpin oleh presiden asing agar jadi bangsa yang berkualitas?
QS World University Ranking 2019
- UI (296)
- UGM (320)
- ITB (331)
- IPB (601-605)
THE The World University Rankings 2019
- UI (601-800)
- ITB (801-1000)
- UGM (1001)