Persaingan Keras Meraih Profesi Tentara

1234 views

HUT Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke-74 pada 5 Oktober 2019 merupakan momentum untuk melihat transformasi profesi tentara dengan tingkat profesionalitas yang terus berkembang. Menjadi tentara saat ini tidak gampang, terlebih di negara maju. Masuk pendidikan akademi militer di negara maju saat ini lebih sulit ketimbang masuk universitas umum.

Taruna Akademi Militer ( foto istimewa )

Reaktor.co.id – Mewujudkan tingkat profesionalitas yang tinggi bagi tentara tak bisa lepas dari sistem pendidikan. Negara-negara maju sedang memperkuat sekolah atau pendidikan ketentaraan yang sesuai dengan kemajuan iptek. Pada era Revolusi Industri 4.0 tentara tidak bisa lepas dari digitalisasi, simulasi dan otomasi alutsista.

Bahkan untuk mencetak personel militer beberapa negara banyak yang mengirim lulusan sekolah menengah untuk menembus akademi militer terkemuka dunia, seperti Akademi Militer West Point. Kini begitu kerasnya persaingan masuk ke akademi militer di Amerika Serikat. Masyarakat AS menganggap seleksi masuk ke Universitas Cornell atau universitas terkemuka lainnya lebih mudah ketimbang masuk akademi militer.

Rekrutmen untuk menjadi tentara pada era Kemerdekaan RI sangat masif namun dengan prosedur yang sangat sederhana.

Menurut GPH Djatikusumo, seorang perwira tinggi TNI pada era kemerdekaan yang banyak berkecimpung dalam pendidikan kemiliteran. Dalam tempo 18 bulan, puluhan ribu pemuda bumiputera digembleng dalam lembaga PETA menjadi pasukan siap tempur.

Padahal mereka direkrut dari orang-orang desa yang cuma Sekolah Rakyat tiga tahun. Bagaimana cara melatih orang-orang desa yang masih lugu. Mereka belum pernah memegang senapan, apalagi mortir. Bagaimana mereka mengerti soal trigonometri dan koniometri yang diperlukan untuk menembakan mortir.

Rekrutmen tentara pada era kemerdekaan RI ( Foto IPPHOS)

Profesi sebagai tentara, khususnya seorang prajurit TNI adalah suatu pilihan, tugas suci, kebanggaan dan suatu kehormatan, karena sebagai penjaga kedaulatan bangsa.

Sebagai tentara profesional, TNI selalu terlatih, terdidik, trengginas dan siap dibutuhkan setiap saat apabila negara membutuhkan. Profesionalisme TNI dibangun dengan mengutamakan ketrampilan dan keahlian perorangan dalam olah keprajuritan serta pengembangan wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menjadi seorang tentara yang profesional adalah tentara yang berprofesi sebagai alat pertahanan negara,bukan alat politik dan bukan alat kekuasaan.

Tentu saja tidak mudah untuk bisa bergabung menjadi anggota TNI. Selain butuh fisik yang kuat, anggota TNI juga diharuskan cerdas, berani, disiplin, dan tangkas.

Pantukhir calon taruna Akmil ( foto Puspen TNI )

Seleksi Taruna Akademi Militer

Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen Sisriadi memastikan ketatnya seleksi yang dilakukan untuk menjaring taruna Akademi Militer. Seleksi tersebut meliputi berbagai penilaian berlapis dari berbagai aspek.

Dikutip Kompas.com, Sisriadi menyebutkan bahwa proses seleksi taruna Akademi Militer dilakukan bertingkat. Mulai dari tingkat daerah yaitu di komando distrik militer (kodim) untuk seleksi administrasi serta di tingkat komando resor militer (korem), dan komando daerah militer (kodam) untuk pengujian.

“Pertama administrasi. Mulai dari umur dia tidak boleh kurang dari 18 tahun dan tidak boleh lebih dari 24 tahun,” kata Sisriadi. “Lalu harus ada surat keterangan dokter yang menyatakan dia sehat. Itu harus lengkap dulu suratnya. Kemudian ada tes jasmani, ada tes psikologi, ada tes akademis, kemudian yang paling penting tes mental ideologi,” ujarnya.

Sebagaimana dikutip dari situs Penerimaan Calon Taruna Akmil 2019, ad.rekrutmen- tni.mil.id, terdapat berbagai syarat yang harus dipenuhi. Pertama, syarat umum seperti WNI, berusia minimal 17 tahun 9 bulan, sehat jasmani dan rohani, serta tak punya catatan kriminal.

Ada pula syarat lainnya mengenai lulusan, prestasi sekolah, tinggi badan, belum pernah menikah, dan bersedia menjalani Ikatan Dinas Pertama (IDP) selama 10 tahun.

Aspek penilaian materi seleksi terdiri dari beberapa aspek penilaian. Ada tiga tingkat pengecekan atau uji dalam seleksi tersebut, yakni tingkat Sub Panda (panitia daerah), tingkat Panda, dan tingkat Panitia Pusat. Pada tahapan pertama, para calon taruna menjalani pemeriksaan administrasi, uji kesehatan pertama, dan jasmani.

Tes seleksi calon taruna Akmil ( foto Puspen TNI )

Untuk pengecekan jasmani, dilakukan tes fisik seperti lari, pull up, renang, dan postur. Kemudian, pada tahapan Uji Panda, ada juga seleksi administrasi dan kesehatan. Tes kesehatan tahap dua meliputi pemeriksaan urine, darah, dan rontgen.

Selain itu, ada juga tes kesegaran jasmani lengkap, mental ideologi, dan tes psikologi tertulis.
Salah satu hal yang disorot di tahapan ini yakni ideologi calon taruna Akmil. Sisriadi menjelaskan, tes mental ideologi dilakukan karena TNI tidak ingin kemasukan orang-orang yang berideologi selain Pancasila.

Untuk tes mental ideologi, seleksi dilakukan secara tertulis dan wawancara untuk pendalaman. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa calon tersebut tidak memiliki ideologi selain Pancasila. Terakhir, di tahapan Uji Panitia Pusat dilakukan tes lanjutan sebagai pengembangan tes di tahap Panda. Diuji juga soal psikologi lapangan, serta tes akademik.

Sebagai penutup, dilakukan pemantauan terakhir atau Pantukhir. Calon taruna Akmil yang sudah sampai babak Pantukhir bisa dikatakan sudah dekat dengan kelulusan. Tujuannya, untuk memilih calon yang benar-benar memenuhi syarat sekaligus menyisihkan sebagian calon agar sesuai dengan kuota.

Dari semua tes dalam proses rekrutmen calon anggota TNI, tes kesehatan dianggap sebagai hal yang paling berat karena banyak peserta yang gagal dalam tes ini. Sehat saja ternyata tidak cukup karena calon peserta harus melalui serangkaian tes kesehatan yang cukup ketat.

Tes kesehatan dibagi dalam dua bagian yaitu tes kesehatan bagian luar tubuh dan bagian dalam tubuh. Pemeriksaan kesehatan luar tubuh mencakup tinggi badan, postur, mata, gigi, THT, anus, dan alat reproduksi. Sementara dalam tubuh termasuk rontgen, tes urine, dan tes darah.

Yang diperiksa bukan saja kesehatan fisik semata tetapi juga kesehatan mental. Maklum bidang pekerjaan tentara termasuk berisiko tinggi, sehingga calon anggota tentara harus memiliki kesehatan psikologis.

Rekrutmen di institusi TNI dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu rekrutmen untuk tamtama, bintara, dan akademi militer (Akmil).

Masuk Akmil juga bisa dilakukan lulusan SMU dan mendapat pendidikan selama empat tahun. Lulusan Akmil akan berpangkat Letnan Dua (Letda).

Kadet Akademi Militer West Point

Akademi Militer di Luar Negeri

Persaingan untuk memasuki akademi militer di luar negeri pada saat ini sangat ketat. Sebagai contoh, generasi muda di Amerika Serikat kini harus bersaing keras masuk akademi militer terkemuka dunia, seperti Akademi Militer West Point.

Akademi Militer Amerika Serikat, terkenal sebagai West Point atau USMA, adalah akademi militer tertua di Amerika Serikat. Akademi ini terletak di kota West Point, Orange County di barat Sungai Hudson, sekitar 35 km di utara New York.

Masyarakat AS kini menganggap masuk ke Universitas Cornell, Universitas Brown atau Darmouth College lebih gampang dibanding masuk akademi militer Amerika.

Dikutip dari VOA, biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk seorang siswa di Akademi Militer West Point sekitar $56 ribu atau sekitar 813 juta rupiah. Akademi-akademi militer tidak saja gratis, tetapi mereka bahkan membayar siswa untuk bersekolah di tempat itu.

Wisuda kadet West Point

Akademi militer tersebut adalah universitas yang didanai oleh anggaran federal, yang melatih siswa untuk menjadi perwira di Angkatan Bersenjata Amerika. Setelah lulus, siswa Amerika harus berdinas selama lima tahun di angkatan terkait. Sementara siswa asing kembali ke tanah air mereka untuk mengabdi.

Setiap tahun Akademi Militer di West Point di New York, Akademi Angkatan Laut AS (USNA) di Annapolis, Maryland, Akademi Angkatan Udara (USAFA) di Colorado Springs, Colorado; Akademi Penjaga Pantai (USCGA) di New London, Connecticut; dan US Merchant Marine Academy (USMMA) di Kings Point, New York menerima siswa dari luar Amerika Serikat.

Kebijakan pemerintah federal Amerika saat ini memperbolehkan gabungan akademi itu memiliki 60 siswa internasional, naik dari 45 siswa pada 2004. Siswa-siswa ini disebut sebagai kadet di West Point, Air Force Academy dan Coast Guard Academy. Sementara di Naval Academies dan USMMA, siswa-siswa ini disebut sebagai midshipmen atau “middies.”

Departemen Pertahanan dan Departemen Luar Negeri Amerika setiap tahun memilih negara-negara yang berhak mengirim siswa mereka untuk masuk ke akademi-akademi ini. Pada 2018 ini ada 100 negara yang dipilih.
West Point menerima 16 siswa internasional untuk kelas 2022 dari negara-negara di Asia, Eropa, dan Afrika untuk bergabung dengan lebih dari 1.200 siswa lain. (TS).*

Akademi militer

Related Post

Leave a Reply