Pengertian buruh, pekerja, pegawai, karyawan, dan tenaga kerja pada dasarnya sama, yaitu orang yang bekerja dan mendapatkan upah. Profesional seperti wartawan pun termasuk buruh.
Reaktor.co.id — Secara bahasa, istilah atau sebutan yang tepat bagi orang yang bekerja adalah “pekerja” dengan kata dasar “kerja”.
Arti kerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah; mata pencaharian; bekerja”.
Namun, di negara kita sebutan untuk orang yang bekerja mencari nafkah atau mata pencaharian cukup banyak, yakni buruh, pekerja, tenaga kerja, pegawai, dan karyawan.
Pengertian Buruh, Pekerja, Tenaga Kerja, Pegawai, Karyawan
Secara bahasa, berikut ini pengertian kelima istilah yang sama-sama ditujukan bagi orang yang bekerja itu:
- Buruh = orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah; pekerja.
- Pekerja = orang yang bekerja; orang yang menerima upah atas hasil kerjanya; buruh; karyawan.
- Tenaga kerja = orang yang bekerja atau mengerjakan sesuatu; pekerja, pegawai; orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.
- Pegawai = pekerja di kantor; karyawan.
- Karyawan = orang yang bekerja pada suatu lembaga (kantor, perusahaan, dan sebagainya) dengan mendapat gaji (upah); pegawai; pekerja.
Tampak jelas pengertian kelima istilah tersebut hakikatnya sama, yakni sama-sama merujuk pada orang yang bekerja (worker). Kelima istilah itu bergantian masuk dalam pengertian satu sama lain.
Secara bahasa, orang-orang yang bekerja sebagai profesional juga masuk kategori bekerja, misalnya wartawan. (Baca: Wartawan Juga Buruh).
Dokter, guru, dosen, pengacara, perawat, bidan, peneliti, dan sebagainya juga orang-orang yang bekerja alias pekerja alias buruh. Tentu saja, mereka yang memiliki profesi tersebut “tidak akan terima” jika disebut pekerja, apalagi buruh.
Secara legal formal, dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, penyusun UU menggunakan dua istilah sekaligus, yakni buruh dan pekerja, menggunakan garis miring: buruh/pekerja.
Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. (Pasal 1 ayat 3)
Namun, istilah untuk orang yang bekerja di luar negeri, pemerintah –dalam hal ini UU– menggunakan istilah tunggal, yakni Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Baca Juga: Pengertian Pekerja Migran Indonesia
Dengan demikian, istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Buruh Migran Indonesia (BMI), dan Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bermakna sama dengan PMI mestinya sudah tidak digunakan lagi.
Sejarah Istilah Buruh dan Pekerja
Sejarah istilah “buruh” dan “pekerja” dikemuakan Asyhadie Zaeni dalam buku Hukum Kerja: Hubung Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007) dan Lalu Husni dalam Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo, 2008).
Disebutkan dalam buku-buku tersebut, istilah “buruh” berkonotasi sebagai pekerja kasar dan lebih menggunakan tenaga (otot) daripada otak dalam bekerja, misalnya buruh tani, kuli bangunan, tukang kayu, tukang batu, dan tenaga kerja bongkar muat pelabuhan.
Pekerja, tenaga kerja, dan karyawan berkonotasi buruh yang lebih tinggi dan lebih menggunakan otak ketimbang otot dalam melakukan kerja, meski pada intinya sama-sama pekerja.
Pada zaman feodal dan zaman penjajahan Belanda, istilah buruh ditujukan bagi para pekerja kasar, seperti kuli, tukang, dan lain-lain. Pemerintah Belanda menyebutnya blue collar (berkerah biru).
Orang-orang yang yang mengerjakan pekerjaan halus, seperti pegawai administrasi yang bisa duduk dimeja di sebut dengan white collar (berkerah putih). Biasanya orang-orang yang termasuk dalam golongan ini adalah para bangsawan yang bekerja di kantor.
Setelah merdeka, tidak lagi dikenal “buruh halus” dan “buruh kasar”. Semua orang yang bekerja di sektor swasta, baik bekerja pada perorangan maupun lembaga, disebut buruh.
Dalam perkembangan hukum perburuhan di Indonesia, istilah buruh diupayakan untuk diganti dengan istilah pekerja karena buruh lebih cenderung menunjuk pada golongan yang selalu ditekan dan berada dibawah pihak lain yakni majikan.
Namun, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menggunakan keduanya (buruh/pekerja). Dalam Pasal 1 disebutkan, “Pekerja/buruh adalah setiap orang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apa pun”.
Kalangan buruh atau pekerja pun menggunakan kedua istilah tersebut sebagai nama organisasinya, misanya “Serikat Buruh” (misalnya SBSI) dan “Serikat Pekerja” (misalnya SPSI). (Mel).*
Buruh Karyawan pegawai Pekerja tenaga kerja