Catatan Arif Minardi
Reaktor.co.id, – Deklarasi berdirinya partai buruh sempat menjadi perhatian publik dan pemberitaan media.
Momentum emas pendirian partai buruh sebetulnya terjadi saat Presiden BJ.Habibie meratifikasi konvensi ILO tentang sSerikat Pekerja pada tahun 1998.
Momentum emas tersebut juga didukung kondisi obyektif gelora reformasi yang memiliki agenda bersama yakni melengserkan rezim Orde Baru.
Sayangnya momentum emas itu dilewatkan begitu saja oleh para tokoh buruh saat itu. Mereka lebih memilih meleburkan dirinya dengan partai politik. Apalagi hampir semua partai memiliki sayap serikat pekerja/buruh.
Apakah partai buruh yang dideklarasikan saat ini memiliki momentum yang tepat sehingga muncul animo publik untuk menitipkan aspirasi politiknya. Daya dorong sosial partai buruh saat ini adalah kekecewaan rakyat terutama bagi anggota serikat pekerja/buruh terkait dengan eksistensi UU Cipta Kerja yang sangat merugikan kaum buruh.
Modal perjuangan partai buruh tidak sekedar kemampuannya untuk menggalang massa. Modal pemikiran terkait dengan konsepsi haluan negara kesejahteraan perlu dirumuskan dan disosialisasikan kepada publik.
Pasca disahkannya Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, nasib buruh makin tidak menentu, yang artinya perjuangan kedepan semakin berat karena buruh harus berjuang sendiri dengan minimnya perlindungan dari negara.
Oleh karena itu seluruh organisasi buruh harus mulai mengantisipasi dan merencanakan secara cermat dan terukur dengan konsep yang jelas. Bahkan senjata utama kaum buruh yaitu unjuk rasa pun harus dievaluasi mulai dari pesertanya, efektifitasnya, solidaritasnya, waktu pelaksanaannya, dan lain sebagainya.

Ilustrasi situasi konferensi ILO
Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 87
Bagi para pekerja Indonesia, sosok BJ. Habibie selalu melekat dihati dan dikenang serta dinobatkan sebagai Bapak Serikat Pekerja. Karena sejarah telah mencatat bahwa beliau yang meletakkan pondasi kebebasan berserikat bagi pekerja/buruh di Indonesia.
Dialektika Habibie muda saat berkiprah di Luar Negeri, khususnya saat belajar dan bekerja di Jerman telah banyak melihat dan merasakan langsung tatanan dan gerakan serikat pekerja industri di sana.
Dari pengalaman tersebut, saat dirinya dilantik menjadi Presiden ketiga RI, tidak berselang lama, dalam hitungan hari langsung mengambil kebijakan bersejarah dan amat berarti pagi para pekerja yakni meratifikasi Konvensi ILO Nomor 87.
Ratifikasi tersebut bisa dibilang sebagai hari kemerdekaan bagi organisasi serikat pekerja/buruh di tanah air untuk bebas berserikat demi masa depan yang sejahtera. Sebelumnya, di negeri ini hanya ada satu serikat tunggal yang hanya berfungsi sebagai hiasan dan jauh dari harapan pekerja.
BJ Habibie sangat bijak dalam menangani masalah ketenagakerjaan. Masih hangat dalam ingatan pengurus Serikat Pekerja PT Dirgantara Indonesia, yakni SP FKK PT DI.
Saat itu tahun 1997 karyawan industri pesawat terbang nasional mengadakan aksi unjuk rasa besar-besaran di kawasan perusahaan. BJ Habibie selaku Menristek dan sekaligus sebagai Direktur Utama langsung merespon secara penuh, dan perwakilan karyawan diundang untuk berdialog langsung.
Pak Habibie mengatakan bahwa Pak Harto (sebagai Presiden RI) marah kepada para demonstran dan akan menindak keras, namun Pak Habibie secara meyakinkan bilang ke Pak Harto, bahwa yang aksi itu anak-anaknya sendiri dan akan menyelesaikannya.
Sebagai catatan di PT DI ada Korpri sebagai wadah perwakilan karyawan tetapi Pak Habibie membebaskan karyawannya bergabung dengan serikat pekerja/buruh. Hasilnya 90 persen karyawan telah aktif menjadi anggota serikat pekerja. Dan sebagian kecil memilih bergabung dengan Korpri yang notabene adalah underbow Partai Golkar.
Hanya dua minggu setelah Pak Habibie dilantik menjadi Presiden ketiga RI, tepatnya 21 Mei 1998, pada 5 Juni 1998 Konvensi ILO No 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi di Ratifikasi melalui Keppres No 83 Tahun 1998.
Berkat ratifikasi ini lahirlah banyak serikat pekerja/buruh yang baru di Tanah Air. Lalu diikuti lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Karena jasa dan peran BJ.Habibie kebebasan berserikat dan hak untuk berorganisasi di Indonesia terlindungi dan ini ditandai dengan tumbuh suburnya SP/ SB di berbagai tingkatan.
Terkait dengan dunia ketenagakerjaan yang notabene adalah SDM Bangsa. BJ Habibie adalah pelopor program vokasional atau kejuruan yang berbasis apprentice untuk membangunkan nilai tambah lokal. Menurutnya program vokasional berbasis apprentice adalah kunci suksesnya industrialisasi di negara maju.
Untuk itu BJ Habibie langsung menerapkan sistem apprentice untuk memenuhi kebutuhan SDM industri strategis yang dia pimpin dalam waktu yang cepat. BUMN industri strategis, seperti industri pesawat terbang PT DI pernah mencetak puluhan ribu teknisi ahli yang direkrut dari lulusan SMA dan SMK menjadi SDM industri yang andal dan sesuai dengan kebutuhan.
Apprenticeship diadopsi BJ Habibie dari Jerman merupakan sistem pendidikan kerja, yang mengkombinasikan pelatihan di tempat kerja dengan pembelajaran berbasis di sekolah, terkait kompetensi dan proses kerja yang ditentukan secara khusus.
Pendekatan organisasi buruh sedunia ILO untuk apprenticeship adalah mekanisme pembelajaran canggih atas dasar saling percaya dan kerjasama antar pemangku kepentingan.
Rumah LEM 15 Oktober 2021
Presiden BJ.Habibie dan Serikat Pekerja Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 87