Mogok kerja adalah aksi legal dan dilindungi oleh hukum, selama memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Pekerja yang mogok secara sah tetap berhak mendapat upah.
Reaktor.co.id — Serikat Pekerja Pertamina Bersatu Balongan (SP-PBB) menolak rencana pengalihan bisnis gas PT Pertamina kepada Perusahaan Gas Negara (PGN). Pekerja mengancam akan melakukan aksi mogok kerja di Kilang Balongan jika tuntutan tak dipenuhi. (Pikiran Rakyat).
Ribuan karyawan PT Kereta Api Indonesia (Persero) mengancam bakal mogok kerja. Mereka mendesak direksi mencabut peraturan terkait pernikahan antarpegawai yang dinilai melanggar hak asasi manusia. Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) menuntut direksi untuk menghapus peraturan tersebut dalam waktu dekat. (CNN Indonesia).
Para pengemudi bus Damridengan trayek Bandara Soekarno-Hatta pada hari ini melakukan mogok kerja. Mogok kerjanya para pengemudi Damri ini membuat layanan Damri dengan rute Bandara Soekarno-Hatta mengalami gangguan. (Okezone).
Mogok kerja adalah hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/buruh. Siapa pun –termasuk pengusaha dan pemerintah– tidak dapat menghalang-halangai pekerja untuk menggunakan hak mogok kerja.
Pekerja yang melakukan mogok secara sah tetap berhak mendapat upah. Lain halnya dengan pekerja yang melakukan mogok secara tidak sah, mereka tidak berhak mendapat upah.
Demikian ditegaskan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) yang kini dalam wacana revisi atas permintaan pengusaha.
Mogok kerja adalah aksi legal dan dilindungi oleh hukum, selama memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku.
UU Ketenagakerjaan menyatakan, mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat/pekerja buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan.
Pasal 137 UU Ketenagakerjaan menyebutkan dengan jelas, mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
Disebutkan juga, pekerja yang akan mogok boleh mengajak pekerja lain.
“Pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang bermaksud mengajak pekerja/buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan dengan tidak melanggar hukum. Pekerja/buruh yang diajak mogok kerja dapat memenuhi atau tidak memenuhi ajakan tersebut” (Pasal 137 UUK).
Aturan Mogok Kerja
Berikut ini aturan soal mogok kerja lainnya dalam UU Ketenagakerjaan.
Pasal 139
Pelaksanaan mogok bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain.
Pasal 140
(1) Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat
a. waktu (hari, tanggal dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
b. tempat mogok kerja;
c. alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan
d. tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.
(3) Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja.
(4) Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka demi menyelamatkan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan cara ;
a. melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi; atau
b. bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.
Pasal 141
(1) Instansi pemerintah dan pihak perusahaan yang menerima surat pemberitahuan mogok kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 wajib memberikan tanda terima.
(2) Sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih.
(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi.
(4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak menghasilkan kesepakatan, maka dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang.
(5) Dalam hal perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), maka atas dasar perundingan antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh atau penanggung jawab mogok kerja, mogok kerja dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sama sekali.
Pasal 142
(1) Mogok kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dan Pasal 140 adalah mogok kerja tidak sah.
(2) Akibat hukum dari mogok kerja yang tidak sah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur dengan Keputusan Mengeri.
Pasal 143
(1) Siapa pun tidak dapat menghalang-halangai pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib dan damai.
(2) Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukkan mogok kerja secara sah, tertib dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 144
Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 pengusaha dilarang :
a. mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau
b. memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.
Pasal 145
Dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan upah.
Sanksi Mogok Kerja Ilegal
Kepmenakertrans No. 232/MEN/2003 tentang akibat kukum mogok kerja yang tidak sah (ilegal) menyebutkan, mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah dikualifikasikan sebagai mangkir.
Pemanggilan untuk kembali bekerja bagi pelaku mogok tidak sah dilakukan oleh pengusaha dua kali berturut-turut dalam tenggang waktu tujuh hari dalam bentuk pemanggilan secara patut dan tertulis. Pekerja yang tidak memenuhi panggilan perusahaan untuk kembali bekerja dianggap mengundurkan diri.
Demikian aturan tentang mogok kerja yang menjadi hak dasar pekerja/buruh.*