Laksana Patriot, Kiprah dan Kepedulian Anak STM Melihat Kondisi Bangsanya

968 views

Istilah STM atau SMK sebutan saat ini, bagaikan mantera perlawanan dan energi pembangkit solidaritas yang luar biasa. Anak STM bergerak, karena tak sampai hati melihat kondisi bangsanya yang dilanda ketidak-adilan. Serikat pekerja/buruh sangat berterima kasih berkat suntikan semangat dan dukungan langsung dari para mahasiswa, anak STM dan siswa sekolah menengah atas lainnya.

Semangat dan militansi pelajar saat unjuk rasa menentang UU Cipta Kerja ( Foto istimewa )

Reaktor.co.id- Keterlibatan anak-anak STM dalam aksi unjuk rasa menolak pengesahan UU Cipta Kerja yang sarat kontroversial harus dilihat dari sisi positip dan semangat juang kaum belia. Tidak bijak jika belum apa-apa anak-anak STM sudah dituding “tidak tahu apa-apa” kenapa kok ikut demo.

Tudingan hanya ikut-ikutan dan terbawa oleh berita hoax bermaksud untuk memojokkan dan merendahkan kiprah dan kepedulian anak-anak STM.

Terlihat dalam televisi aparat kemanan bertindak terlalu berlebihan dan dengan kasar menghalau dan “menangkapi” anak-anak STM yang ikut serta dalam aksi unjuk rasa karena mereka dinilai telah melanggar hukum.

Benarkah anak-anak STM itu sedemikian brengsek dan kurang pengetahuan. Reaktor mendapatkan jawaban yang sangat berbeda dengan tudingan diatas. Sumber Reaktor justru menunjukkan bahwa anak-anak STM saat ini sangat galau melihat kondisi bangsanya yang kian memburuk.

Beberapa sumber dengan mata berkaca-kaca namun tetap semangat mengatakan mereka tidak tega melihat orang tua mereka dan kakak-kakak mereka yang notabene adalah kaum pekerja/buruh turun ke jalan.

Anak STM tahu bahwa hidup keluarganya bakal tambah sulit dengan adanya UU Cipta Kerja. Apalagi mereka nantinya setelah lulus juga bakal terjun sebagai pekerja/buruh yang semakin suram masa depannya.

Reaktor melihat sebenarnya anak-anak STM itu sangat polos. Kalau penampilan mereka itu “mbeling” dan terkesan urakan, itu karena kondisi sosiologis mereka sebagai anggota keluarga yang tidak beruntung karena tak pernah mendapatkan kue pembangunan.

Bahwa ketika ditanya aparat kenapa ikut demo dan apakah mereka tahu tentang omnibus law UU Cipta Kerja, jawaban mereka sebenarnya pura-pura bodoh. Karena jika jawaban mereka panjang lebar, mereka khawatir urusan dengan pihak keamanan bakal panjang.

 

Pelajar yang diamankan aparat karena ikut unjuk rasa menolak omnibus law ( Foto CNN)

Dipulangkan

Dikutip TEMPO.CO, Polda Metro Jaya mulai memulangkan siswa STM yang ditangkap dalam aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, yang berujung ricuh pada Kamis, 8 Oktober 2020.

“Progres hingga Jumat ini orang tuanya sudah banyak yang datang, kita sudah menyampaikan orang tuanya untuk datang,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di Mako Polda Metro Jaya, Jumat, 9 Oktober 2020.

Yusri mengatakan kepolisian mengamankan sebanyak 1.192 orang dalam kericuhan yang berujung dengan perusakan terhadap fasilitas umum dan fasilitas milik kepolisian seperti pos polisi dan kendaraan dinas.

Kepolisian juga memberikan edukasi kepada para pelajar yang ditangkap untuk tidak ikut-ikutan ajakan yang tidak jelas asal-usulnya dan melawan hukum.

“Jadi datang sudah ke sini, sudah bikin pernyataan orangtuanya. Ada kita edukasi, monggo dijaga ya anaknya ya jangan lagi ke sini, nanti bikin rusuh, tertangkap, bahaya,” tuturnya.

Dalam kejadian tersebut polisi mengamankan sebanyak 1.192 orang dan terdapat 285 orang yang terindikasi terlibat pidana.

Dia mengungkapkan polisi masih mendalami dugaan keterlibatan 285 orang dengan tindak pidana seperti melawan petugas, perusakan fasilitas umum hingga membawa senjata tajam.”Ini yang masih kita lakukan pendalaman makanya saya belum menyatakan tidak dia itu sebagai tersangka, tidak,” ujar Yusri.

 

Mahasiswa dan pelajar dalam aksi unjuk rasa menolak pengesahan UU Cipta Kerja (foto istimewa )

 

Laksana Patriot

Pembusukan demokrasi, sepak terjang oligarki dan krisis kenegaraan telah memanggil segenap anak bangsa, tak terkecuali para siswa sekolah menengah dengan sebutan STM untuk turun ke jalan.

Para belia STM itu terlihat begitu militan, kompak dan berani, bak pejuang republik tempo dulu saat melawan penjajah. Mereka memilih peduli terhadap nasibnya sendiri dan masa depan bangsa yang kian suram akibat sepak terjang elit politik.

Tagar #STMmelawan sering memuncaki trending pada di Twitter. Aksi unjuk rasa menolak sejumlah RUU di DPR dan mengecam sikap kepemimpinan nasional yang melemahkan KPK serta sederet kebijakan yang dinilai membohongi rakyat, mencuatkan fenomena perjuangan kaum belia yang duduk di bangku STM.

Kenapa muncul singkatan lama STM ( Sekolah Teknik Menengah), bukannya SMK ( Sekolah Menengah Kejuruan ), menurut penelusuran Reaktor.co.id ternyata warga jagat sosmed risih dengan istilah yang kini menjadi akronim perusahaan otomotif “jadi-jadian”. Mereka merasa lebih pas dan ada unsur nostalgia dengan istilah STM.

Sepak terjang kaum belia STM kini mengingatkan kita kepada pelaku pertempuran besar di Surabaya pada 10 November 1945 antara rakyat Indonesia dengan pasukan sekutu Britania Raya merupakan revolusi kemerdekaan yang digerakkan oleh para pemuda dan pelajar.

Pertempuran Surabaya sangat dahsyat sepanjang sejarah dunia, menyebabkan sekitar 16 ribu pejuang gugur di medan perang sebagai kusuma bangsa. Perang yang dahsyat itu berlangsung selama 20 hari.

Sebagian besar yang gugur adalah para pemuda dan pelajar. Semangat juang yang oleh Bung Tomo digambarkan bagaikan banteng-banteng ketaton dalam medan laga yang tidak takut mati karena disemangati oleh pekik takbir dan seruan merdeka.

Kehebatan Revolusi Surabaya 1945 yang digerakkan oleh pemuda dan pelajar diabadikan di Imperial War Museum di London, Inggris. Ada sebuah foto yang menarik, seorang anak muda sekitar 12 tahun digiring oleh serdadu Gurkha dengan bayonet terhunus.

Penjelasan foto itu adalah: “Anak ini tertangkap setelah terkena tembakan pada kakinya dan pincang. Sebelumnya anak ini menembaki pasukan Sekutu dan melemparkan granat”. Inilah bukti sejarah betapa hebatnya daya juang, militansi dan semangat totalitas yang dipersembahkan untuk bangsanya.

Ribuan pejuang yang meninggal dalam pertempuran dimakamkan di Taman Kusuma Bangsa, Ngagel dan pemakaman umum Tembok, Pegirian, Tembaan, serta makam umum di kampung-kampung Surabaya. Banyak di antara mereka adalah pahlawan tidak dikenal dan masih berusia belia.

Pertempuran Surabaya 10 November 1945 benar-benar melibatkan arek-arek yang tiada lain adalah pemuda dan pelajar. Para pejuang itu sangat belia, usianya antara 12 hingga 25 tahun. Mereka ini masih pelajar sekolah menengah. Yang sebagian bergabung dalam TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar). Di antaranya ada yang sudah kuliah di perguruan tinggi.

 

Belia STM Tempo Dulu

STM merupakan salah satu cabang pendidikan kejuruan teknik yang sudah ada sejak zaman Belanda.
Sebagaimana dikutip dari Buku SMK Dari Masa ke Masa yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2015 lalu disebutkan sekolah kejuruan yang didirikan Belanda memiliki tiga corak yaitu corak kewanitaan, sekolah teknik, dan sekolah pertanian.

Kala itu ada beberapa jenis sekolah teknik. Misalnya Ambachts School van Soerabaia yaitu sekolah teknik malam hari untuk anak-anak Indo dan Belanda yang bekerja siang hari. Sekolah ini berdiri sejak 1853 di Surabaya.

Kemudian ada Burger Avond School yang harus waktu pendidikannya 2 tahun. Ini adalah sekolah pertukangan yang digabungkan dengan Hoogere Burger School (HBS sama dengan sekolah menenah umum) yang berdiri pada 1876.

Pada 1885 Burger Avond School mulai dipisahkan dari HBS. Setelah berdiri sendiri, lama pendidikan menjadi 4 tahun dan mata pelajarannya diperluas menjadi sekolah teknik. Pada 1912, sekolah ini menjelma menjadi Koningin Emma School (KES).

Sekolah teknik yang dikhususnya bagi bangsa Eropa juga ada yaitu Europeese Ambacht School. Sekolah yang bahasa pengantarnya bahasa Belanda ini berdiri sejak 1900. Siswa di sekolah ini harus menempuh pendidikan selama 3 tahun.

Ada pula Koningin Weihelmina School (KWS) yang berdiri pada 1901 dengan lama pendidikana 3 tahun. Bebrapa tahun berselang ada KWS-B dengan jurusan mesin, bangunan sipil, dan pertambangan.

Pada 1913, lama pendidikan 3 tahun menjadi 4 tahun. Jurusan bangunan sipil juga dipecah sejak 1921 menjadi bangunan sipil dan bangunan air. Jurusan mesin juga berkembang pada 1926 dengan menjadi jurusan mesin khusus dan listrik.

Paling akhir adalah Middelbare Technise School (Sekolah Teknik Menengah) yang kemudian menjadi cikal bakal STM.

Salah Urus SMK

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) per Februari 2019 sebanyak 6,82 juta orang. Dari jumlah angkatan kerja 136,18 juta orang, segmen pengangguran paling tinggi adalah lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK).

“Tingkat pengangguran terbuka menurut pendidikan, tidak banyak berubah bahwa TPT paling tinggi masih dari SMK, lalu dari diploma I, II, dan III, lalu di susul SMA,” kata Kepala BPS Suhariyanto.

Selama ini pemerintah belum berhasil mengelola postur SDM bangsa, utamanya segmen lulusan SMK. Pemerintah selama ini belum memfasilitasi secara total untuk meningkatkan kompetensi lulusan dalam bidangnya.

Direktur Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Bakrun tidak sepenuhnya setuju pada anggapan bila kualitas pendidikan SMK menyebabkan lulusannya menyumbangkan jumlah pengangguran terbesar.

Menurut Bakrun, besaran persentase yang disampaikan BPS itu seharusnya bisa dimaknai bahwa ada fenomena tersendiri pada lulusan SMK. “Persentase itu, kan, bukan angka kuantitatif. Jadi seharusnya perlu dilihat juga persentase dalam lima tahun terakhir. Tidak akan mungkin langsung berubah, tapi dari tren yang terlihat ada penguatan pada lulusan SMK,” kata Bakhrun dikutip Tirto.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai, kelompok angkatan kerja yang merupakan lulusan SMK maupun SMA relatif besar.

Berdasarkan data yang dihimpun INDEF, angkatan kerja pada level pendidikan tersebut berjumlah 35,8 juta orang atau sekitar 28,2 persen dari total angkatan kerja. “Kalau kelompok itu penganggurannya tinggi, maka pendapatan masyarakat secara umum bisa terganggu,” kata Bhima dikutip Tirto. (*).

 

STM

Related Post

Leave a Reply