Orang-orang hanya mengejar hal akademis, padahal industri butuh skills. Lulusan pendidikan tinggi vokasi diharapkan tidak hanya memegang ijazah, namun memiliki pula sertifikat kompetensi. Jangan sampai para lulusan memiliki ijazah, tapi tidak kompeten.
Reaktor.co.id — Lulusan lembaga pendidikan vokasi Indonesia masih sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Sistem pendidikan vokasi Indonesia belum sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh dunia industri.
Karena itu, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) berupaya untuk merombak sistem vokasi yang telah diterapkan.
Menristek Dikti Mohamad Nasir berharap, kualitas pendidikan vokasi Indonesia dapat meningkat. Lulusan vokasi pun dapat memiliki pengalaman serta keterampilan yang dapat diterapkan langsung ketika bekerja
“Kini orang-orang hanya mengejar hal akademis saja, padahal industri butuh skills. Kami ingin mengubah itu,” ujarnya dalam seminar “Revitalisasi Pendidikan Tinggi Vokasi di Indonesia” di Jakarta, Rabu (17/7/2019).
Dikemukakan, revitalisasi akan fokus pada lembaga pendidikan vokasi yang telah ada beripa pembenahan kurikulum, fasilitas, infrastruktur, dan kualitas tenaga pendidik.
“Sehingga para lulusan pendidikan tinggi vokasi tidak saja memegang ijazah, namun memiliki pula sertifikat kompetensi. Jangan sampai para lulusan memiliki ijazah, tapi tidak kompeten. Dengan begitu, nantinya sebelum bekerja, mereka tidak lagi ditanya berasal dari perguruan tinggi mana, tapi cukup ditanya apa sertifikat kompetensi yang dimiliki,” ujar Nasir.
Baca Juga: Pelatihan Vokasi Dongkrak Daya Saing Pekerja Indonesia
Pengertian Vokasi
Secara bahasa, vokasi (vocation) artinya lapangan kerja atau pekerjaan. Pendidikan vokasi fokus pada penyiapan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan industri atau pasar kerja.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, vokasi merupakan salah satu jenis pendidikan tingggi di Indonesia, selain pendidikan akademik (sarjana, magister, dan doktor) dan pendidikan profesi atau spesialis.
Secara umum, jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan
khusus. (Pasal 15).
Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi. (Pasal 20)
Pendidikan akademik diarahkan pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni tertentu, mencakup program pendidikan sarjana (S1), magister atau master (S2) dan doktor (S3).
Pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program pendidikan sarjana yang menyiapkan peserta didik untuk menguasai keahlian khusus. Lulusan pendidikan profesi mendapatkan gelar profesi.
Contoh, setelah bergelar S.E (Sarjana Ekonomi), seseorang menempuh pendidikan profesi akuntan, maka dia bergelar S.E. Ak.
Pendidikan vokasi adalah sistem pendidikan tinggi yang diarahkan pada penguasaan keahlian terapan tertentu. Pendidikan vokasi mencakup program pendidikan diploma I (D1), diploma II (D2), diploma III (D3) dan diploma IV (D4).
Lulusan pendidikan vokasi mendapatkan gelar vokasi, misalnya A.Ma (Ahli Madya), A.Md (Ahli Madya).
Dengan demikian, program vokasi adalah program pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi yang bertujuan mempersiapkan tenaga yang dapat menetapkan keahlian dan ketrampilan di bidangnya dan siap kerja.
Secara khusus, program vokasi diarahkan untuk menghasilkan lulusan yang menguasai kemampuan dalam bidang kerja tertentu, sehingga dapat langsung diserap sebagai tenaga kerja di industri/swasta, lembaga pemerintah, atau berwiraswasta secara mandiri.
Pengajaran pada program pendidikan vokasi telah disusun lebih mengutamakan beban mata kuliah keterampilan dibandingkan dengan beban mata kuliah teori.
Sumber: Tempo, Simak UI, Vokasi Undip
pendidikan pendidikan vokasi Vokasi