E-Commerce Butuh Pekerja Melek IT, Pekerja Non-Skill Tersisihkan

485 views

Reaktor.co.id — E-commerce atau perdagangan elektronik tumbuh pesat. Ritel online atau marketplace (website atau aplikasi online yang memfasilitasi proses jual beli dari berbagai toko) bermunculan dan laris.

Dampaknya, ritel konvensional bertumbangan. Pekerja ritel pun banyak yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) alias menganggur atau kembali menjadi pencari kerja.

Terbaru, ritel Giant akan menutup enam gerainya pada 28 Juli 2019 sebagai respons atas perilaku konsumen yang berubah. Banyak pekerja yang terkena PHK. (Liputan6).

Penutupan gerai Giant menambah korban PHK dari kasus sebelumnya. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memperkirakan, sekitar 1.200 orang terkena PHK sejak 7-Eleven menutup ratusan gerainya hingga saat ini. Tercatat ada Ramayana, Matahari, Lotus, dan Debenhams Department Store yang mengikuti jejak 7-Eleven menghentikan operasional beberapa gerai.

E-commerce tengah berjaya di era digital ini. Sayangnya, pertumbuhan e-commerce tak serta merta bisa menampung banyak pengangguran, baik yang sudah ada maupun yang baru menganggur karena penutupan gerai ritel.

E-commerce Butuh Pekerja ‘Melek IT’

Pasalnya, tenaga yang dibutuhkan ritel online kebanyakan pekerja middle dan high skill, khususnya di bidang Information Technology (IT), bukan sekadar pramuniaga atau penjaga toko yang selama ini banyak diserap peritel offline.

Menurut Indonesian E-Commerce Association (Idea), saat ini jenis pekerjaan yang tengah diburu pebisnis online dan pasokannya paling langka adalah software engineer.

Untuk unicorn saja, menurut Ketua Umum Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA), Ignatius Untung, kebutuhan software engineer bisa mencapai 1.000 orang. Jumlah tersebut belum bisa diimbangi dengan kemampuan perguruan tinggi menghasilkan lulusan di bidang tersebut.

Selain software engineer, ndonesia juga kekurangan tenaga ahli di bidang product management. Menurut dia, kebutuhan ini amat langka dan mahal dan susah dipenuhi. Pasalnya, belum ada lembaga pendidikan yang menelurkan lulusan siap kerja di bidang tersebut.

Tenaga kerja sektor digital yang masih sulit ditemukan di Indonesia adalah tenaga analis data. Padahal, peran analis data dalam bisnis e-commerce sangat penting dalam menentukan strategi dan kelangsungan bisnis itu sendiri di masa depan.

Indra memprediksi, pertumbuhan e-commerce mau tak mau memang akan mengurangi pekerja di bidang perkantoran. Kebutuhan akan sekretaris maupun pekerja administrasi misalnya, kata Indra hampir dipastikan bakal berkurang.

“Sekretaris dan juru ketik nantinya akan mengalami otomatisasi, pun dengan sektor logistik kemungkinan akan terdampak pengurangan,” ungkap Indra.

Tenaga kerja di industri ritel yang memiliki kategori high skill juga belum tentu bisa terserap oleh industri e-commerce, mengingat karakteristik bisnis yang berbeda antara ritel offline dengan ritel online.

Indra melihat masih ada harapan dari sektor ekonomi digital buat tenaga kerja low skill. Lowongan untuk kategori tersebut misalnya adalah data entry dan kurir. Semakin banyak pengguna layanan e-commerce, semakin banyak pula kurir yang dibutuhkan untuk mengantarkan barang-barang hasil dari transaksi e-commerce.

Dengan semakin banyak orang yang kini beralih ke belanja online, permintaan pengiriman paket juga meningkat drastis. “Pekerjaan baru akan tercipta dan bertambah, walaupun pekerjaan lama berkurang,” kata Indra.

Kurang Terampil

Mantan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi mengakui, hadirnya e-commerce, secara otomatis memang akan membuat lapangan pekerjaan menurun.

Menurutnya, ini karena banyak perusahaan sudah tidak membutuhkan gerai di beberapa tempat, ditambah lagi sistem penjualan sekarang sudah tidak lagi membutuhkan orang banyak

Ia menjelaskan, adanya sistem teknologi informasi yang baik, perusahaan bisa leluasa memotong kebutuhan pekerja dan otomatis juga memotong biaya perusahaan. Dengan begitu perusahaan bisa lebih menghemat dana dan kemudian dialokasikan untuk pengembangan perusahaan di sektor lain.

“Misalnya untuk mengembangkan sistem IT dan jaringan perusahaan itu sendiri,” ujar Sofjan.

Sofjan tidak setuju apabila e commerce menjadi pemicu meningkatnya angka pengangguran. Menurutnya, permasalahan pengangguran yang terjadi kini, lebih kepada kemampuan para tenaga kerja yang sudah tidak cocok lagi dengan era sekarang.

“Bagi saya itu tidak ada hubungannya ya, ini hanya masalah keterampilan apa yang masih bisa dipakai di perusahaan,” kata Sofjan.

Supaya bisa bertahan di era digital, para pekerja untuk tak hanya memiliki satu kemampuan. Bila seseorang hanya memiliki satu kemampuan, maka ia akan sulit untuk bergerak ke tempat lain.

Kepala Bidang PR Media Asosiasi e-commerce Indonesia (ideA) Astrid Irawati Warsito menilai, sejatinya bisnis e-commerce tak bisa begitu saja dituding mengancam bisnis ritel.

Pasalnya, kegagalan yang dialami sejumlah perusahaan ritel terjadi karena pelaku usaha ritel itu sendiri yang gagal atau terlambat mengadopsi perkembangan teknologi dalam menjalankan bisnisnya di era ekonomi digital.

Ia mencontohkan, Bhinneka.com, pionir e-commerce Indonesia menjadi salah satu perusahaan yang cepat tanggap mengadopsi teknologi digital. Toko ritel konvensional ini cepat beralih menjadi toko online dan akhirnya bisa bertahan di industri ini hingga melewati 25 tahun.

“Ternyata lebih dari 60% revenue didapat dari divisi Bhinneka Bisnis, yang melayani UKM, Enterprises & institusi pemerintahan,” ujarnya. (R1/Validnews).*

 

Bisnis Online E-Commerce Pekerja Ritel skill pekerja

Related Post

Leave a Reply