Beberapa kepala daerah memiliki komitmen yang tinggi untuk mensejahterakan warganya lewat penetapan upah ketenagakerjaan. Namun pemerintah pusat bersikeras menetapkan kenaikan upah minimum 2022 sangat kecil sepanjang sejarah, yakni hanya 1,09 persen. Dilema kepala daerah untuk mensejahterakan warganya lewat upah diatasi dengan berbagai skema dan bantuan sosial untuk buruh.

Dialog Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan pengurus serikat pekerja (18/11/2021) terkait penetapan upah ( foto istimewa )
Reaktor.co.id – Aksi unjuk rasa serikat pekerja atau buruh terjadi di berbagai daerah terkait dengan penentuan kenaikan upah minimum 2022. Sasaran aksi unjuk rasa adalah para kepala daerah.
Pihak serikat pekerja berdalih kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat sehingga punya otoritas dan legalitas kepemimpinan yang lebih tinggi dibanding para menteri. Mestinya kepala daerah memiliki otonomi dan berhak menentukan tingkat kesejahteraan warganya.
Namun pemerintah pusat mengambil kebijakan tangan besi dengan dalih semu bahwa penetapan upah minimum adalah program strategis nasional maka tidak ada lagi kompromi yang membuka peluang penentuan upah diluar ketentuan PP No.36/2021.
Bahkan, pemerintah pusat mengancam bakal memberhentikan secara permanen kepala daerah yang tidak mengikuti formulasi penghitungan upah minimum (UM). Seperti diketahui, peraturan terbaru itu adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang menjadi turunan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Dialog Gubernur Anies Baswedan dengan pengunjuk rasa massa buruh terkait masalah kenaikan upah ( Foto istimewa )
Urgensi Ruang Negosiasi
Publik melihat Upah Minimum 2022 terlalu kecil. Mestinya pemerintah pusat membuka lagi ruang negosiasi. Pada saat harta kekayaan para pejabat melonjak tinggi pada saat pandemi, sungguh ironis jika rata-rata kenaikan upah minimum 2022 terlalu kecil, hanya sebesar 1,09 persen.
Rata-rata kenaikan 1,09 persen itu didapat dari simulasi penghitungan upah minimum provinsi dengan memakai formula baru dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. PP itu adalah peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang kini masih digugat di Mahkamah Konstitusi.
Kalkulator simulasi penghitungan upah minimum oleh Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan, ada 13 provinsi yang upah minimumnya akan naik di bawah 1 persen. Sebanyak 14 provinsi naik di kisaran 1 persen, dan hanya tiga provinsi yang naik di atas 3 persen, yaitu Maluku Utara (5,17 persen), DI Yogyakarta (4,3 persen,) dan Sulawesi Tengah (3,78 persen).
Empat provinsi tidak akan mengalami kenaikan upah minimum, yaitu Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat. Ada daerah yang upah minimumnya hanya akan naik Rp 277, yaitu Kabupaten Padang Lawas Utara di Sumatera Utara. Sementara, kenaikan upah tertinggi tercatat di Kota Palu, Sulawesi Tengah, sebesar Rp 174.840.
Sebagai perbandingan, kenaikan upah minimum dalam lima tahun terakhir selalu ada di atas 8 persen. Sebelum itu, persentase kenaikan upah minimum lebih tinggi lagi, sempat menyentuh 19,1 persen pada 2013 dan 22,2 persen pada 2014.
Kepala Daerah Sasaran Unjuk Rasa
Posisi kepala daerah terkait dengan penetapan upah minimum terjepit antara aspirasi pekerja dengan kebijakan politik pemerintah pusat. Namun demikian para kepala daerah tetap dituntut untuk menghadapi para pengunjuk rasa sembari mencari terobosan untuk mencari cara meningkatkan kesejahteraan pekerja.
Salah satunya adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang membuka ruang dialog dengan serikat pekerja/buruh secara mendalam dan curah pikir mencari solusi untuk meringankan beban hidup kaum pekerja.
Dalam akun sosial medianya, Anies merasa senang berdialog dengan teman-teman buruh Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) di Balaikota DKI Jakarta ( 18/11/2021).
Menurut Anies serikat pekerja menuntut kepastian kenaikan upah minimum regional bagi pekerja/buruh di Jakarta.
“Terima kasih kepada mereka yang memilih untuk menyuarakan aspirasi para buruh. Mereka adalah orang-orang yang memikirkan kesejahteraan semuanya. Kami di Pemprov DKI merencanakan untuk bisa membantu para buruh dengan tetap menaati berbagai ketentuan yang sekarang ada di dalam peraturan pemerintahan. Jadi ada dua sisi yang bisa kita bantu, agar buruh bisa mencapai kesejahteraan lebih tinggi. Yang pertama dengan cara meningkatkan pendapatan (UMP), dan yang kedua kita bantu dengan menurunkan biaya hidup,” ungkap Gubernur DKI Jakarta dalam dialog dengan pengurus daerah FSP LEM SPSI.
Lebih lanjut Pemprov DKI memfasilitasi buruh/pekerja di Jakarta dengan pangan murah, memberikan subsidi biaya transportasi, dan KJP Plus untuk anak-anaknya.
Dengan bantuan-bantuan tersebut diharapkan bisa mengurangi biaya hidup, sehingga walaupun pendapatan sudah dinaikkan lewat PP yang ada, mereka akan punya lebih banyak selisih pendapatan yang bisa ditabung. Dengan demikian kesejahteraan buruh ke depannya makin meningkat.
Dalam kesempatan terpisah Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, kebijakan upah minimum 2022 akan semakin memukul daya beli pekerja, yang pada akhirnya juga bisa menghambat konsumsi masyarakat dan pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan itu juga bisa mengurangi insentif bagi pekerja dan menurunkan tingkat produktivitas.
Ia menyarankan agar pemerintah kembali membuka ruang negosiasi dengan kelompok buruh dan pengusaha untuk mencari jalan tengah. Seperti diketahui, rezim UU Cipta Kerja meniadakan negosiasi dan tawar-menawar penetapan upah minimum sebagaimana yang berlaku tahun-tahun sebelumnya. Kini, upah minimum hanya berpatok pada data statistik dan rumus baku.
Menurut dia, tidak adil jika penetapan upah minimum yang rendah itu dipukul rata ke semua sektor dan perusahaan. Sebab, meski ada sektor yang terpukul pandemi, ada yang mampu bertahan dan justru meraup untung. Ia juga mempertanyakan persentase kenaikan upah minimum yang ada di bawah inflasi.
”Inflasi kebutuhan pokok makanan saja sudah lebih tinggi daripada kenaikan upah pekerja,” ujarnya. (*)
Dilema kepala daerah terkait penentuan upah minimum Gubernur Anies Baswedan Dialog dengan FSP LEM SPSI