Aero Summit 2019 : Penyatuan Roadmap Industri Kedirgantaraan

950 views

Tujuan utama dari Aero Summit kedua tahun 2019 adalah terwujudnya kolaborasi yang terstruktur dari stakeholder industri dirgantara nasional. Kolaborasi tersebut diawali dengan penyatuan roadmap stakeholder yang dideklarasikan pada Aero Summit pertama.

Penyelenggaraan Aero Summit pertama ( foto Totoksis )

Reaktor.co.id – Penyelenggaraan Aero Summit 2019 bertempat di Hotel Bidakara pada tanggal 24-25 September 2019. Aero Summit 2019 diselenggarakan secara lintas kementerian (Kemenristek Dikti, Kemenhub, Kemenperin). Diikuti oleh lembaga ristek pemerintah, pekerja industri dirgantara, pengusaha, peneliti, inovator dan akademisi.

Dalam area pemeran Aero Summit 2019 juga akan ditampilkan purwa rupa (prototype eksperimental) skala 1:1 drone dengan nama Dadali hasil inovasi anak bangsa, yakni kolaborasi antara PT Chroma International dan PT Aero Terrascan. Dadali nantinya memiliki tiga konfigurasi, yakni konfigurasi passanger, kargo dan med evac.

Dengan adanya kemampuan autonomos dari Dadali, maka tidak diperlukan pilot, cukup dengan pemrograman perangkat lunak yang juga karya anak negeri sendiri. Dadali merupakan solusi jitu jika terjadi blokade infrastruktur transportasi akibat bencana alam. Pengiriman obat-obatan, alat kesehatan dan bahan makanan bisa dilakukan jenis drone ini secara cepat dan praktis.

Prototipe eksperimental drone Dadali

Panitia pengarah Aero Summit 2019, Fadzar Vira Caryanto menyatakan bahwa penyatuan peta jalan atau roadmap untuk kedirgantaraan nasional tersebut kurang efektif apabila tidak ada yang mengontrol dan mengawasi, karena itu perlu dibentuk semacam board atau komite, yang bertugas mensinkronkan peta jalan.

“Ekosistem penerbangan nasional yang ideal perlu diwujudkan, baik dari sisi litbang (penelitian dan pengembangan), regulasi, industri integrator, industri UKM (industri kecil dan menengah), operator dan maintenance aircraft. Untuk itu, diperlukan Board Nasional Penerbangan atau Aeronautics Board of Trustee”, kata Fadzar.

Lebih lanjut, penyehatan ekosistem industri penerbangan nasional dapat tercipta dengan membentuk Board Nasional Penerbangan, yang akan memberikan arah dan strategi yang komprehensif untuk meningkatkan daya tahan industri penerbangan nasional secara keseluruhan.

Badan tersebut seperti yang dilakukan pemerintah Tiongkok untuk melindungi industri penerbangannya telah menerapkan kebijakan khusus mengingat keunikan kondisi geografis dan pasar yang besar. Seperti dikutip Reuter, dalam tajuk China to ease ‘one route, one airline’ policy for Chinese carriers Road map.

Untuk menciptakan ekosistem industri dirgantara nasional yang sehat dalam usaha menjaga ketahanan penerbangan nasional, seyogianya pembentukan badan itu menjadi prioritas utama agar semua stakeholder dapat mendapatkan benefit secara proporsional dari pertumbuhan traffic pasar domestik.

Menteri Perhubungan sedang menyimak model skala kecil drone Dadali hasil inovasi anak negeri yang dipamerkan di Aero Summit 2018 ( foto Totoksis )

Lingkup Roadmap dalam Aero Summit

Roadmap bidang kedirgantaraan nasional sebenarnya telah dimulai dengan terbitnya Perpres No. 45 Tahun 2017 tentang Rencana Induk (Renduk) Keantariksaan Nasional yang disusun oleh LAPAN.

Namun dalam pelaksanaannya banyak mengalami kendala dikarenakan rendahnya kesiapan dan koordinasi dari para pemangku kepentingan, munculnya trend teknologi baru yang berkembang pesat dan adanya kebijakan baru dari pemerintah yang bisa menjadi pendorong kemajuan bila sesegera mungkin dimanfaatkan. Oleh karena itu dirasa perlu untuk menyempurnakannya dengan melibatkan para pemangku kepentingan secara lebih luas.

Penyusunan Roadmap Industri Dirgantara Nasional melibatkan enam kelompok pemangku kepentingan yaitu :

1. Industri Pesawat Terbang, yang diantaranya melibatkan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), PT Dirgantara Indonesia (PT DI), PT Regio Aviasi Industri (PT RAI) dan Indonesia Aeronautical Engineering Center (IAEC), yang secara intens akan terlibat dalam pembahasan wahana, yaitu pesawat terbang yang akan dibuat oleh ndustri pesawat terbang nasional dan matriks dukungan pemerintah untuk aerospace industries.

2. Industri Airline yang diantaranya melibatkan Kementerian Perhubungan dan Indonesia National Air Carrier Association (INACA), yang secara intens akan terlibat didalam pembahasan tentang airline nasional dalam mendukung produk nasional.

3. Industri Komponen yang diantaranya melibatkan Kementerian Perindustrian dan Inacom,yang secara intens akan terlibat dalam pembahasan tentang roadmap industri komponen pesawat terbang dalam melaksanakan perannya dalam rantai pasokan domestic maupun global.

4. Industri MRO yang diantaranya melibatkan Kementerian Perindustrian dan Indonesia Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA), yang secara intens akan terlibat didalam pembahasan pengembangan MRO.

5. Kebandaraan yang akan melibatkan Kementerian Perhubungan dan KPPIP, yang secara intens akan terlibat didalam pembahasan Asian Open Sky, Air Navigation dan Aeropark andalan (Batam, Kertajati dan dll).

6. SDM, Fasilitas dan R &D yang diantaranya melibatkan Kemenristekdikti, BPPT, Perguruan Tinggi, dll, yang secara intens akan membahas tentang Roadmap R&D dan Pengembangan Universitas.

Roadmap tersebut harus sedapat mungkin mengakomodasi semua aktifitas yang berhubungan dengan Industri Pesawat Terbang, mencakup pesawat udara berawak maupun pesawat udara tanpa awak (UAV), mulai dari aktivitas kajian di universitas, penelitian dan pengembangan penelitian, proses desain dan manufacturing beserta rantai pasokannya, pengoperasian, perawatan, navigasi dan kebandaraan, sebagaimana tercermin dalam bagan Strategi Sinergi Pemangku Kepentingan Industri Dirgantara Nasional dibawah ini.

Selain roadmap yang mencakup berbagai aspek industri secara menyeluruh perlu dipilih dan dibuat beberapa sector focus yang dipandang dapat bersaing ( profit center ) sebagai wahana utama pemerintah dalam menggulirkan program revitalisasi industri dirgantara nasional.

Ruang Lingkup pemaparan roadmap Industri Dirgantara dari kelompok pemangku kepentingan yang relevan, yang akan dibagi didalam 4 kelompok yaitu :

1. Industri Pesawat terbang.
2. Industri Komponen dan Kawasan Aerocity.
3. Industri MRO, Industri Airline dan Kebandaraan.
4. SDM, Fasilitas dan R&D.

Mendorong Industri Digantara Makin Kompetitif

Aero Summit turut mendorong Paket Kebijakan Ekonomi pemerintah tahap delapan yakni sektor penerbangan. Pemerintah telah memutuskan untuk memberikan insentif dalam bentuk bea masuk 0 % untuk 21 pos tarif terkait suku cadang dan komponen perbaikan/pemeliharaan pesawat terbang. Perawatan jadi hal yang amat vital karena berkaitan dengan keselamatan penerbangan.

Saat ini maskapai dalam negeri dihadapkan pada mahalnya biaya pembelian suku cadang untuk perawatan pesawat. Hal itu disebabkan karena beberapa produk komponen pesawat terbang belum dapat di produksi oleh industri dalam negeri. Kalaupun ada yang bisa dibuat di Indonesia, mereka bisa mendapatkan sertifikasi dari Part Manufacturing Approval (PMA) dari pabrik pembuatnya (Boeing, Airbus, dan lain-lain).

Padahal industri jasa pemeliharaan pesawat terbang membutuhkan kecepatan dalam proses impor suku cadang dan komponen untuk dapat memenuhi proses perbaikan/pemeliharaan pesawat terbang.

Selama ini solusi yang ditawarkan pemerintah lewat skema Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMTDP) sulit dimanfaatkan oleh industri Maintenance, Repair, dan Overhaul (MRO). Adanya BMTDP tidak memberikan kepastian bagi pengadaan barang yang dibutuhkan oleh industri MRO ditambah lagi Surat Keputusan BMTDP yang diterbitkan Pemerintah tidak berkepastian waktunya dan anggarannya.

Sebagai jalan keluar, pemerintah pun mengeluarkan kebijakan terbaru dengan merevisi besaran bea masuk untuk 21 pos tarif terkait Daftar Barang dan Bahan Guna Perbaikan dan/atau Pemeliharaan Pesawat Udara. Pemerintah mengubah lampiran Permenkeu No. 132/PMK.010/2015 tentang Perubahan ke-3 atas Permenkeu No. 213/PMK.011/2015 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor.

Klaster Industri Dirgantara Nasional

Pengembangan Klaster Industri Dirgantara

Terwujudnya jembatan udara yang tangguh dan kemajuan teknologi antariksa nasional merupakan impian para pendiri Republik Indonesia. Pembangunan infrastruktur transportasi udara yang progresif sudah dan tengah dilakukan oleh pemerintah.

Perlu disertai dengan pengembangan klaster industri dirgantara dalam negeri. Selain itu riset dan pengembangan teknologi penerbangan perlu dikokohkan dengan berbagai program quick wins terkait kluster dirgantara seperti program nasional rancang bangun pesawat N219, R80, N219 Amphibi, N245 dan pesawat tempur KFX/IFX.

Tahun ini merupakan momentum yang sangat penting untuk mengimplementasikan “Making Indonesia 4.0” oleh seluruh klaster industri Indonesia. Industri dirgantara melakukan langkah aksi segera (quick wins) untuk menyongsong era Industri 4.0. Dengan cara antara lain melakukan sinergi dan konsolidasi peta jalan agar mendapatkan insentif RD&D dan CAPEX untuk investasi teknologi. Paralel dengan itu dilakukan investor roadshow yang menyasar manufaktur global terkemuka sebagai partner strategic.

Era Industri 4.0 membutuhkan SDM bangsa yang berkompeten dalam jumlah yang besar. Untuk itu kluster industri dirgantara berkolaborasi menyiapkan tenaga kerja industri berkompeten. Mengadakan program massive action lewat pendidikan vokasi untuk up-skilling dan re-skilling bagi seluruh sektor terkait.

Program massive kedepan berupa memperbanyak workshop dan pelatihan pekerja industri dirgantara sesuai dengan kerangka kerja Making Indonesia 4.0 yang telah diluncurkan Presiden Joko Widodo. Yakni pentingnya pusat inovasi, maka LAPAN bersama PT Dirgantara Indonesia (PT DI), PT Regio Aviasi Indutri (RAI), serta berbagai kluster industri dirgantara yang tekah eksis di Tanah Air, bersama mendorong terwujudnya segera beberapa kawasan khusus industri dirgantara di Tanah Air.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo mendatang perlu memberikan perhatian yang lebih besar dan konkrit terkait dengan pengembangan klaster industri dirgantara lewat kebijakan yang lebih progresif dan insentif yang lebih konkrit.

Salah satu cara untuk mempercepat transformasi klaster industri dirgantara mewujudkan ekosistem Industri 4,0 yang didukung riset dan pengembangan penerbangan dan antariksa adalah menyelenggarakan event Aero Summit.
Keniscayaan bagi Indonesia untuk melakukan penguatan peran asosiasi dan usaha yang bergerak dibidang aerospace industry antara lain Indonesia Aeronautical Engineering Center (IAEC), Indonesia Aircraft Component Manufacturer Association (INACOM), Indonesia Aircraft Maintenance Service Association (IAMSA), PT DI, PT RAI, GMF AeroAsia.

Semuanya bersinergi dengan lembaga riset yakni LAPAN, BPPT, dan Perguruan Tinggi merumuskan visi besar dan peta jalan terbaru bagi industri terkait. Semuanya demi tujuan besar membentuk ekosistem yang ideal untuk mengembangkan produk, volume usaha serta merebut potensi pasar lokal dan global yang selama ini belum berhasil diraih.

Aero Summit 2019 disertai penyelenggaraan International Seminar on Aerospace Science and Technology (ISAST) ke-7. Penyelenggaraan ISAST yang sudah berlangsung sejak 2013 sebagai ajang pertukaran informasi mutakhir dan untuk mencari peluang kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi baik di dalam maupun luar negeri, serta industri strategis yang ada di Indonesia dan dunia.

Penyelenggaraan ISAST untuk meneguhkan program kegiatan pengembangan teknologi penerbangan dan keantariksaan nasional yang berlandaskan UU No 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan. Peraturan Presiden RI No. 45 Tahun 2017 tentang Rencana Induk Keantariksaan Tahun 2016 – 2040 juga sudah disahkan.

Ilustrasi visi industri dirgantara nasional yang telah dicetuskan oleh Bung Karno dan BJ.Habibie

Strategi Kedirgantaraan Nasional

Tema Aero Summit 2019 masih sama dengan tahun sebelumnya, yakni “Streamlining the Synergy in Aserospace Industry”. Ini dilandasi dengan filosofi Panta Rei, dalam arti semua pemangku kepentingan dari skala usaha yang kecil hingga besar, terus mengalir laminer mengatasi hambatan dan menyesuaikan dengan era zaman. Khususnya menghadapi era Industri 4.0.

Jembatan udara merupakan faktor yang sangat penting dalam perekonomian bangsa-bangsa dunia. Menurut proyeksi yang dilansir oleh International Air Transport Association ada lima negara yang menjadi pasar penerbangan terbesar di dunia, yaitu Tiongkok , Amerika Serikat, India, Indonesia dan Turki.

Pasar penerbangan berkembang pesat karena didorong tingginya pertumbuhan kelas menengah. Tren menunjukkan bahwa pada 2036 Indonesia bakal menjadi pasar penerbangan terbesar keempat dunia dengan total penumpang pesawat mencapai 355 juta orang.

Pasar penerbangan di Tiongkok menempati peringkat pertama dan mengalahkan Amerika Serikat. Jumlah penumpang pesawat di Tiongkok pada 2036 mencapai 1,5 miliar orang. Sedangkan AS berada di posisi kedua dengan jumlah mencapai 1,1 miliar orang. Sementara India berada di posisi ketiga dengan total penumpang pesawat mencapai 478 juta orang. Di posisi kelima adalah Turki yang bakal mencapai 196 juta orang.

Melihat tren dan peta kepadatan RPK (Revenue Passenger Kilometers) Traffic di dunia, bangsa Indonesia harus menyiapkan diri untuk meraih peluang dan harus lebih kompetitif dalam mengembangkan kluster industri dirgantara. Dalam tren dan peta tersebut terlihat jelas Indonesia berada di zona Asia Pasific yang sangat strategis, dimana region ini RPK traffic-nya terpadat di dunia mencapai 36 %, di atas Eropa 20 %, Amerika Utara 17 % maupun Middle East 13 %. Dengan indikator diatas maka Airbus Industries memprediksi pada tahun 2033 Indonesia akan masuk dalam sepuluh besar dunia sebagai negara yang memesan armada pesawat terbanyak di dunia.

Atas dasar prediksi dan proyeksi yang sangat kredibel oleh konsultan dan korporasi global terhadap Indonesia terkait dengan dunia penerbangan, maka tidak ada kata yang lebih penting bagi pemerintah dan pelaku industrri dirgantara untuk segera bergerak cepat menangkap peluang yang sudah hadir di depan mata.

Saatnya melanjutkan visi besar dan strategi nasional yang telah dirumuskan oleh pendiri RI. Seluruh stake holder harus  memiliki pandangan yang sama dan meniti jalannya roadmap dengan semangat sinergi yang kuat. Setelah transfer teknologi pada era B. J. Habibie yang mengemban visi Bung Karno tentang jembatan udara Nusantara dalam periode 40 sampai dengan 20 tahun yang lalu, saat ini Indonesia perlu meneguhkan tiga strategi yang mesti dijalankan untuk mencapai kemandirian teknologi dan industri dirgantara yang dicita-citakan, yaitu :

Pertama, Strategi dengan melakukan rekayasa dan rancang bangun secara mandiri. Contohnya adalah proyek nasional N219, R80 dan N245. Kedua, strategi dengan melakukan rekayasa dan rancang bangun, modal bersama dengan mitra, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Contohnya adalah proyek kemitraan KFX/IFX yang dilakukan oleh PT DI dengan KAI Ltd,Korea Selatan; proyek kemitraan dengan CASA melalui NC212 dan CN235, dan lain-lain.

Ketiga, yaitu strategi mengundang mitra dari negara yang menguasai teknologi tinggi untuk berinvestasi dan memindahkan kompetensi teknologi tingginya ke Indonesia. Strategi nomor tiga ini ikut terlibat dalam pengembangan teknologi tinggi dunia dalam strategic partnership. Menjadikan Indonesia bagian dari supply chain industri dunia.

Sehingga menjadikan SDM Indonesia tidak hanya ter-upgrade dengan know-how terkini dalam innovasi sekaligus juga bisa mewujudkan pekerjaan outsourcing engineering teknologi tinggi masuk ke Tanah Air. Semua itu bisa mendorong terwujudnya ekosistem kluster industri dirgantara di dalam negeri yang memiliki pondasi yang kuat.
Indonesia merupakan satu dari sedikit negara yang memilik SDM terbaik di industri kedirgantaraan. Lebih dari itu, para ahli di bidang dirgantara tidak cuma berkarir di dalam negeri melainkan juga terlibat langsung dalam berbagai proses pengerjaan pembuatan pesawat terbang baik di Airbus maupun Boeing. Ini adalah kekuatan nyata SDM Indonesia di industri dirgantara sekaligus menjadi key sucess factor yang utama.

Pesawat N-219

Penerbangan Perintis

Kini terjadi kekurangan pesawat komuter terkait dengan penerbangan perintis yang melayani daerah terpencil. Pengoperasian pesawat komuter yang beroperasi di bandara perintis sangat rentan dengan rintangan alam. Kondisinya semakin rawan terkait dengan semakin mahalnya suku cadang impor dan biaya perawatan rutin pesawat komuter bekas yang selama ini beroperasi.

Saatnya N-219 menjadi solusi untuk mencukupi kebutuhan pesawat komuter yang sangat dibutuhkan masyarakat daerah terpencil.

Pengertian bandar udara perintis adalah bandara yang melayani jejaring dan rute penerbangan untuk menghubungkan daerah terpencil dan tertinggal atau daerah yang belum terlayani oleh moda transportasi lain dan yang secara komersial belum menguntungkan.

Pesawat N-219 didesain mampu mengatasi dengan baik kondisi cuaca ekstrem dan handal dalam hal terkait pengaturan lalu lintas udara. Kepulauan Indonesia sangat membutuhkan peran bandara kecil yang beroperasi sebagai jembatan udara. Bandara tersebut berada dipulau-pulai kecil dan terluar. Bandara perintis tersebar dibeberapa wilayah seperti Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku dan Papua.

Bandara perintis berperan merangsang pertumbuhan ekonomi, menunjang pembangunan dan mengembangkan pariwisata daerah. Namun hingga kini bandara perintis masih mengandung bermacam kerawanan.

Aero Summit 2019 merupakan forum curah pikir untuk membenahi seluruh bandara perintis agar memenuhi prosedur keamanan bandara seperti Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP). Fasilitas bandara perintis hingga kini ada yang belum memenuhi standar. Misalnya kondisi runway yang tidak beraspal, terminal, ruang tunggu, gudang, kantor, peralatan pemadam kebakaran, alat komunikasi dan juga tenaga ahli yang belum disiapkan.

Kondisi pesawat komuter yang dipakai untuk penerbangan perintis juga masih sarat dengan masalah. Jumlah pesawat dan SDM penerbangan yang mendukung penerbangan perintis masih kurang. Pesawat komuter kebanyakan bekas pakai atau sewa dari luar negeri. Inilah yang mendorong agar pesawat N-219 segeraa mendapat sertifikasi dan diprodukssi secara massal untuk melayani penerbangan komuter.

Eksistensi Pesawat N-219 sangat berarti bagi strategi terkait penerbangan komuter yang melayani secara baik daerah terpencil dan pelosok negeri. Sebagai negara kepulauan, negeri ini mestinya memiliki strategi yang baik dalam pengadaan pesawat komuter sebagai jembatan udara. (TS).*

Aero Summit 2019 klaster industri dirgantara

Related Post

Leave a Reply